Jumat, 10 April 2015

Mengenal Lebih Dekat Sosok Munir

TEMPO.CO, Jakarta -- Sosoknya memang tak lagi bersama kita. Tapi, nama besar, perjuangan, idealisme, dan kenangan tentang Munir masih tetap menggema di seluruh pelosok negeri.

Banyak orang hanya mengenal almarhum Munir Said Thalib sebagai aktivis, pejuang HAM dan antikorupsi. Padahal, sosok sederhana dan bersahaja ini sama seperti orang kebanyakan. Kita bisa mengenal dan merasa lebih dekat dengan Munir dengan menonton sebuah film dokumenter berjudul Kiri Hijau Kanan Merah yang diproduksi oleh Watchdoc dan Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM). Lihat video di bawah.

Disutradarai oleh Dandhy Laksono, film ini mengupas kehidupan Munir semasa kecil hingga "kepergiannya" pada 7 September 2004 lalu dari kacamata guru, sahabat, dan rekan kerja. Hingga orang-orang yang pernah berinteraksi langsung dengan almarhum selama hidupnya.

Film pendek berdurasi 48 menit ini sebenarnya lebih banyak mengungkap hal humanis tentang Munir. Dimulai dari Munir kecil yang tinggal dan bertumbuh di Kota Batu, Malang, Jawa Timur. Ia memulai pendidikannya di SD Muhammadiyah Batu, melanjutkan ke SMPN 1 Batu, dan SMAN 1 Batu.

Semasa sekolah, Munir bukanlah anak yang menonjol dalam prestasi akademis. Ia juga lemah dalam pelajaran bahasa Inggris. Bahkan, saat dibangku SMP, ia masuk di urutan bawah dengan peringkat 180 dari 200 siswa. "Tapi dia punya kelebihan, dia pintar kalau berdiskusi," kata Alimah, guru SMPN 1 yang pernah mendidik Munir, seperti dikutip dalam film dokumenter Kiri Hijau Kanan Merah.

Publik juga bisa mengetahui cerita soal Munir saat ia duduk di bangku kuliah Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Termasuk cerita cinta sang aktivis hingga akhirnya berlabuh dan menikahi Suciwati. Soal ini diceritakan seorang teman dekatnya, Deddy Prihambudi, yang kemudian sama-sama bekerja di Lembaga Bantuan Hukum Surabaya. Ada juga komentar lain dari teman Munir sesama aktivis HMI di universitas, Hussein Anis.

Dalam video ini juga terungkap bahwa Munir ternyata mengidolakan musikus Iwan Fals. Ia mengoleksi album penyanyi yang banyak menelurkan lagu-lagu kritis terhadap pemerintah itu. Sayangnya, Iwan baru mengetahui hal ini setelah ia membuat lagu tentang Munir berjudul Pulanglah.

Ada pula komentar pengamat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Ikrar Nusa Bakti dan tokoh Muhammadiyah, Syafi'i Maarif. Syafi'i bahkan memuji dan kagum atas sosok Munir yang membela siapa saja tanpa melihat latar belakang agama mereka. "Tak banyak orang seperti Munir, yang berjibaku untuk risiko tinggi," ujarnya.

Di akhir cerita, terungkap juga alasan mengapa Munir memilih maskapai milik negara, Garuda Indonesia, untuk perjalanannya ke Belanda guna melanjutkan studi S-2. Pesawat yang akhirnya menjadi tempat Munir mengembuskan napasnya yang terakhir.

Sang sutradara, Dandhy D. Laksono, mengatakan tak sulit membuat film ini karena sumber dan bahan berlimpah. "Menelusuri jejak Munir relatif mudah karena jejak perjuangannya terdokumentasi dengan baik," ujarnya.

MUNAWWAROH

0 komentar:

Posting Komentar